Tampilkan postingan dengan label Al-Hikam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Al-Hikam. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 12 November 2016

JANGAN MERAGUKAN JANJI ALLAH TA’ALA

“Jangan sampai tidak terwujudnya suatu janji membuat Anda meragukan janji Allah Ta’ala, walaupun waktunya telah jelas. Agar hal itu tidak merusak pandangan mata hati Anda dan memadamkan cahaya jiwa Anda”

            Jangan sampai Anda meragukan janji Allah subhanahu wa ta’ala, ketika suatu hari Anda merasa bahwa janji-Nya tidak kunjung terwujud. Misalnya, Allah Ta’ala menjanjikan kemenangan bagi orang-orang mukmin dalam setiap peperangan menghadapi kaum kafir dan kaum musyrikin, serta akan berkuasa di muka bumi ini, kemudian Anda mendapati justru sebaliknya; umat Islam selalu menelan kekalahan, melarat, dan hidup di jurang kehancuran. Di dalam hati Anda bertanya, “Dimana janji Allah subhanahu wa ta’ala? Bukankah ini adalah masa pertarungan? Demikian juga dengan pertanyaan-pertanyaan yang serupa lainnya.

            Bukan berarti Allah subhanahu wa ta’ala tidak menunaikan janji-Nya, namun waktunya belum tepat. Bisa jadi, semua elemen yang dibutuhkan belum disiapkan untuk menghadapi kemenangan umat Islam. Sehingga, jikalau diberikan kemenangan sekarang maka mereka akan hancur dengan mudah.

            Allah subhanahu wa ta’ala lebih mengetahui sesuatu yang terbaik bagi hamba-Nya, serta waktu yang tepat untuk diberikan. Jangan memprotes, mengkritik, atau berburuk sangka kepada-Nya, sebab hal itu justru akan memadamkan pandangan batin Anda. Sehingga, Anda sulit mendapatkan hidayah dan makrifat-Nya. Ujung-ujungnya Anda akan hidup dalam kegelapan dan terus larut dalam kemaksiatan.

            Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“... Sesungguhnya Allah tidak menyalahi janji.” (QS. Ali Imran [3]: 9)


Jangan sampai Anda meragukan janji-Nya, sebab itu adalah bukti kelemahan iman Anda. Jika iman Anda lemah maka keislaman Anda pun patut dipertanyakan. Jikalau Allah subhanahu wa ta’ala sudah menjanjikan sesuatu maka percayalah bahwa Dia akan memenuhinya pada waktunya, bukan pada waktu yang Anda inginkan.



sumber: buku Syarah Al-Hikam karya D.A.Pakih Sati, Lc.

BILA PENGABULAN DOA TERLAMBAT

“Jangan sampai pengabulan doa yang terlambat menyebabkan Anda putus asa, padahal Anda telah sungguh-sungguh memintanya. Allah subhanahu wa ta’ala telah menjamin pengabulannya untuk Anda dengan sesuatu yang dipilihkan-Nya untuk anda, bukan sesuatu yang Anda pilih. Dan, terkabulnya doa itu akan terjadi pada waktu yang diinginkan-Nya, bukan menyesuaikan dengan waktu yang Anda inginkan”

Jikalau Anda telah bersungguh-sungguh berdoa dan memohon kepada Allah subhanahu wa ta’ala, namun belum kunjung jua dikabulkan-Nya, maka janganlah berputus asa. Teruslah berdoa dan berusaha, Dia telah menjamin pengabulannya.

Dalam Al-Quranul Karim, Allah Ta’ala berfirman: “Dan Tuhanmu berfirman, ‘Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Ku perkenankan bagimu..” (QS. Al-Mukmin [40]: 60).

Biasanya, ketika menginginkan sesuatu maka kita akan sungguh-sungguh berdoa kepada Allah subhanahu wa ta’ala, bahkan setiap detik akan dimanfaatkan untuk berdoa kepada-Nya. Hanya saja, terkadang keinginan kita itu tidak segera dikabulkan-Nya.

Jikalau hal ini terjadi maka janganlah gampang berputus asa dan berprasangka buruk dengan berpandangan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala tidak mengabulkan doa Anda, atau Dia tidak mencintai Anda. Tidak, sekali lagi tidak. Dia mencintai para hamba-Nya melebihi kasih sayang seorag Ibu kepada anaknya. Dalam kehidupan sehari-hari, Anda bisa menyaksikan kasih sayang seorang ibu ketika anaknya disakiti. Ia rela menyerahkan dirinya sebagai tebusan demi keselamatan anaknya. Dan kasih sayang-Nya melebihi hal itu.

Allah subhanahu wa ta’ala pasti mengabulkan doa Anda. Hanya saja terkadang Dia tidak memberikan sesuatu yang sesuai dengan permintaan Anda, namun yang diberikan-Nya adalah yang terbaik buat Anda. Ingatlah, Dia adalah Tuhan Pencipta Anda, dan Anda hanyalah hamba yang diciptakan oleh-nya. Seorang Pencipta lebih tahu tentang yang terbaik bagi hamba-Nya.

Jikalau Anda menginginkan A, dan itu baik menurut pandangan Anda, sedangkan Allah subhanahu wa ta’ala mengetahui bahwa itu tidak cocok bagi Anda, maka Dia akan memberikan gantinya yang lebih baik, misalnya dengan memberi B. Walaupun dalam pandangan Anda buruk, namun dalam pandangan-Nya adalah baik. Dan, Anda akan merasakan kebaikannya setelah Anda menjalaninya. Obat itu memang terasa pahitnya ketika ditelan, dan efek baiknya akan terasa beberapa saat setelahnya.

Bisa juga, Dia memberikan sesuatu yang Anda inginkan, namun waktunya diundur. Misalnya, Anda menginginkan kekayaan pada hari ini, namun dalam pandangan-Nya, jika Anda kaya pada hari ini maka Anda akan sombong dan senang bermaksiat kepada-Nya. Oleh karena itu, Dia akan menunda permintaan Anda sampai waktu yang telah ditentukan. Dia bukan benci dan tidak mencintai Anda, justru ini adalah bukti kasih sayang-Nya kepada hamba-Nya.

Sebagai seorang hamba, sebenarnya kita tidak ada hak untuk mengkritik sesuatu yang diinginkan-Nya. Semua yang ditakdirkan bagi hamba-Nya adalah kebaikan. Terimalah sesuatu yang diberikan-Nya dan janganlah berburuk sangka.

Belum tentu sesuatu yang Anda anggap baik, juga baik di hadapan Allah subhanahu wa ta’ala. Dan belum tentu juga sesuatu yang Anda anggap buruk, buruk pula di hadapan-Nya. Dia adalah Dzat Yang Maha Mengetahui dan Menguasai segala sesuatu.


sumber: buku Syarah Al-Hikam karya D.A.Pakih Sati, Lc.

Sabtu, 01 Oktober 2016

AL-HIKAM: Padamnya Mata Hati

“Usaha kerasmu untuk mendapatkan sesuatu yang dijamin bagimu dan kelalaianmu mengerjakan sesuatu yang diminta darimu adalah tanda padamnya mata hati”

            Usaha keras, baik dengan hati maupun perbuatan; bekerja keras siang dan malam tanpa mengenal waktu; membanting tulang tanpa mengenal lelah untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup yang didambakan dan diinginkan oleh setiap orang, baik bersifat primer, sekunder, maupun tersier; serta lalai melaksanakan ibadah dan menjalankan sesuatu yang dituntut oleh Allah Ta’ala, yaitu beribadah kepada-Nya, mempersiapkan diri untuk Hari Perhitungan, berusaha mendapatkan keridhoan-Nya, dan menjauhi segala larangan-Nya; maka ketahuilah bahwa semua itu merupakan petunjuk padamnya mata hati.

            Jikalau hati tidak padam dan bersinar terang, maka tidak akan sibuk mengurus sesuatu yang telah dijamin oleh Allah Ta’ala dan tidak perlu pusing karena memikirkan sesuatu yang akan dimakan hari ini. Jikalau telah berusaha sekuat tenaga maka bertawakalah kepada-Nya. Hanya Dia-lah yang mampu memberi rezeki. Tidak ada yang lain.

            Jikalau hati bercahaya maka Anda akan senang dan suka menjalankan semua perintah-Nya, serta tidak lalai mengerjakannya. Anda akan menjauhi semua larangan-Nya, karena itu adalah maksiat yang akan memadamkan cahaya di dalam hati.



sumber: buku Syarah Al-Hikam karya D.A.Pakih Sati, Lc.

AL-HIKAM: Kembali kepada Allah

“Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan Anda kelapangan agar Anda tidak selamanya berada dalam kesempitan. Dan, Dia menyempitkan Anda agar Anda tidak selamanya dalam kelapangan. Dia mengeluarkan Anda dari kedua keadaan tersebut agar Anda tidak bergantung pada selain-Nya”
            
Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kelapangan hidup agar Anda tidak selamanya menjalani hidup dengan penderitaan. Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi rezeki agar Anda bisa makan, minum, memiliki rumah, kekayaan, dsb. Dia juga menganugerahkan keindahan, kebahagiaan, dan ketenangan jiwa kepada Anda. Semua itu merupakan salah satu bentuk nikmat yang diberikan kepada Anda.
           
Pada saat yang lain, Dia juga memberikan kesempitan hidup agar Anda tidak selamanya berada dalam kelapangan. Terkadang, Anda merasakan kesusahan hidup sehingga tidak mendapatkan apapun yang dapat Anda makan. Perut lapar, namun uang tidak ada. Atau Anda memiliki uang, namun Anda ditimpakan penyakit, sehingga Anda tidak bisa menikmati sesuatu yang diberikan-Nya.

Silih bergantinya antara kebahagiaan dan kesempitan hidup memiliki hikmah tersendiri, yang terkadang sulit dicerna oleh akal, kecuali oleh orang-orang yang mendapatkan hidayah-Nya.
            
Seandainya Anda terus menerus berada dalam kelapangan, tentu Anda akan mudah tergelincir dan merasa hebat karena Anda tidak pernah merasakan kesusahan sedikit pun. Namun, biasanya kenikmatan itu baru akan terasa nikmat ketika ada kesusahan. Oleh karena itu, semua yang menimpa Anda, baik berupa kebahagiaan maupun kesusahan, tujuannya hanyalah untuk mendekatkan Anda kepada-Nya.


sumber: buku Syarah Al-Hikam karya D.A.Pakih Sati, Lc.

Jumat, 30 September 2016

AL-HIKAM: Cahaya Hati

“Bagaimana hati akan bercahaya, jikalau gambaran-gambaran dunia sudah melekat dalam cerminnya?
Bagaimana ia akan menuju Allah Ta’ala, jikalau masih terikat syahwat-syahwatnya?
Bagaimana ia ingin memasuki hadirat-Nya, jikalau belum membersihkan dirinya dari junub kelalaian-kelalaiannya?
Bagaimana ia bisa berharap mampu memahami inti rahasia-rahasia, jikalau ia belum bertaubat dari kesalahan-kesalahannya?

            Bagaimana mungkin hati Anda akan mendapatkan cahaya Allah Subhanahu wa Ta’ala, jikalau Anda masih menyekutukan-Nya dengan makhluk? Anda lebih mementingkan dunia daripada diri-Nya. Anda mengerjakan shalat hanya untuk mengharapkan pujian dari makhluk. Jikalau Anda bershadaqah maka Anda mengharapkan balasan materi semata. Jikalau Anda menunaikan haji maka Anda ingin dihormati. Ikhlaskanlah niat Anda terlebih dahulu, maka semua hasrat dunia akan mengikuti Anda, walaupun Anda tidak menginginkannya. Jikalau Anda ingin mendapatkan cahaya-Nya maka lepaskanlah gambaran-gambaran dunia yang ada di dalam hati Anda. Ikhlaskanlah diri dalam beribadah kepada-Nya.
            Bagaimana Anda bisa mencicipi manisnya mencintai Allah Subhanahu wa Ta’ala, jikalau Anda masih larut dalam syahwat-syahwat keduniaan? Jikalau tidak memiliki uang maka Anda akan meninggalkan ibadah kepada-Nya. Anda sibuk dengan dunia. Jikalau Anda memiliki harta maka Anda melupakan-Nya begitu saja. Syahwat dunia telah membelenggu Anda, sehingga Anda pun terhijab mendapatkan makrifat-Nya. Jikalau Anda ingin menuju-Nya maka lepaskanlah ikatan itu. Ikatan syahwat itu ibarat benalu yang jikalau dibiarkan maka akan menguasai Anda sehingga Anda sulit melepaskannya.
            Bagaimana Anda bisa melihat-Nya di akhirat kelak, jikalau semasa di dunia ini Anda lalai dalam beribadah kepada-Nya? Hanyalah orang-orang yang shalih dan bersungguh-sungguh yang berhak mendapatkannya.
            Oleh karena itu, jikalau datang waktu shalat maka kerjakanlah pada waktunya. Jikalau datang waktu berzakat maka keluarkanlah segera. Dan, jikalau kemampuan haji sudah terpenuhi maka tunaikanlah segera. Jangan dilalaikan.
Dan bagaimana Anda akan mampu memahami rahasia-rahasia Ilahi, jikalau Anda tidak pernah bertaubat nasuha kepada-Nya? Kalaupun Anda bertaubat maka biasanya Anda hanya bisa meninggalkan perbuatan dosa itu secara sementara. Tidak lama berselang, Anda akan kembali mengerjakan perbuatan dosa.
            Bagaimana hati akan bersinar jikalau hati Anda terus dilumuri oleh dosa dan maksiat? Bersihkan segera dengan taubat nasuha, agar hati menjadi bening dan mendapatkan pantulan cahaya Iahi.


sumber: buku Syarah Al-Hikam karya D.A.Pakih Sati, Lc.

AL-HIKAM: Amal dan Ikhlas


“Amal adalah kerangka yang tegak dan ruhnya adalah rahasia ikhlas yang ada di dalamnya.”

            Amalan apapun yang Anda kerjakan adalah ibarat patung atau kerangka yang tidak ada nyawanya sama sekali. Amal hanyalah bentuk yang tidak bergerak dan tidak ada yang menggerakkan. Amal hanya bisa digerakkan jikalau ada ruhnya. Adapun ruh dari amal itu ialah ikhlas.
            Ketika Anda mengerjakan suatu amalan maka ada dua syarat yang perlu Anda penuhi, sehingga amalan Anda diterima oleh Allah subhanahu wa ta’ala.
            Pertama, Ikhlas. Ikhlas adalah tiang utama suatu amalan. Amalan apapun yang tidak didasari oleh keikhlasan maka tidak akan diterima. Jangan sampai seorang hamba meniatkan atau menyandarkan amalan dan ibadah kepada selain Allah Ta’ala. Walaupun ia membaca nama Allah ketika melakukannya, namun niat yang tertanam sudah menyekutukan Allah, maka amalannya tetap batal dan tidak sah.
            Kedua, harus sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Boleh jadi seserang menghabiskan seluruh waktunya untuk beramal dan beramal, namun jikalau tidak sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka amalannya sia-sia belaka. Ia hanya mendapatkan nol besar dan kelelahan semata.
            Dua elemen ini harus ada dalam suatu amalan agar diterima di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

sumber: Buku Syarah Al-Hikam karya D.A.Pakih Sati, Lc.

AL-HIKAM: Amalan yang Berbeda-beda

“Jenis amalan yang berbeda-beda adalah akibat dari keadaan yang berbeda-beda pula.”

            Berbeda-beda amalan yang dikerjakan oleh seorang hamba dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala merupakan efek dari keadaan yang berbeda-beda pula, baik secara fisik, materi, dan lain sebagainya. Seseorang yang berbadan sehat, tentu berbeda amalannya dengan seseorang yang sedang menderita sakit. Seseorang yang memiliki limpahan harta, tentu berbeda amalannya dengan seseorang yang hidup sederhana atau miskin.

            Hanya saja,  perlu diketahui bahwa pahala amalan seseorang tergantung pada kesulitan yang dialami pelakunya. Uang seribu rupiah yang dikeluarkan oleh seorang miskin, tentu berbeda nilai dan tingkat kesulitannya bagi orang kaya yang bershadaqah sebanyak seratus ribu.

            Bagi orang miskin, uang seribu itu sangat berharga, bahkan bisa digunakan untuk menambah uang makan. Demi bershadaqah, terkadang ia rela menahan nafsu makannya. Berbeda halnya dengan orang kaya, baginya uang seribu atau seratus ribu hanyalah secuil dari setumpukan hartanya. Tidak berpengaruh apa-apa sama sekali ketika ia mengeluarkannya.

            Pada intinya, timbangan amal itu adalah ikhlas, bukan banyak atau sedikit jumlahnya, karena keadaan masing-masing orang berbeda-beda.


sumber: Buku Syarah Al-Hikam karya D.A.Pakih Sati, Lc.

Jumat, 27 Februari 2015

AL-HIKAM: Keseimbangan Antara Ibadah dan Usaha

Bismillaahirrahmaanirrahiim...





KESEIMBANGAN ANTARA IBADAH DAN USAHA

“Keinginanmu untuk berkonsentrasi (ibadah) kepada Allah subhanahu wa ta’ala, padahal Dia telah menetapkan agar berusaha, merupakan bagian dari syahwat tersembunyi. Keinginanmu berusaha, padahal Dia menetapkan untuk konsentrasi ibadah, merupakan bentuk penurunan semangat yang tinggi”

            Keinginan Anda untuk mengonsentrasikan diri untuk beribadah kepada Allah Ta’ala dan melepaskan diri dari segala usaha pekerjaan, bukan merupakan tindakan yang terlarang secara syara’, bahkan tidak pula makruh, namun bisa saja merupakan bagian dari syahwat yang tersembunyi.

Walaupun Anda mengonsentrasikan diri untuk beribadah kepada Allah Ta’ala, akan tetapi Anda tetap harus berusaha dan bekerja demi menghidupi diri sendiri dan keluarga.

Allah subhanahu wa ta’ala telah menentukan bahwa rezeki tidak datang dengan sendirinya, akan tetapi harus dicari dan diusahakan. Jika pekerjaan Anda hanya di masjid maka tidak ada rezeki yang akan menghampiri Anda.

Sebaliknya, keinginan Anda untuk berusaha dan melarutkan diri dalam pekerjaan Anda sehingga lalai dalam beribadah kepada Allah Ta’ala merupakan bentuk keterpurukan dari semangat yang tinggi.

Bekerja terus menerus tanpa mengenal lelah dan istirahat, bahkan jika tidak bekerja maka akan sakit, tindakan seperti ini tentu tidak dibenarkan oleh syariat. Bagaimana mungkin Anda melarutkan diri dalam pekerjaan, padahal Allah juga meminta Anda untuk beribadah kepada-Nya apabila tiba waktunya?

Ketika Anda lalai dalam menyembah Allah Ta’ala dan sibuk dengan usaha-usaha yang bersifat keduniawian, maka Anda telah terperosok ke dalam jurang kehinaan. Anda telah kehilangan semangat yang seharusnya dimiliki seorang Muslim, yaitu semangat beribadah kepada-Nya dan mengharap keridhoan-Nya.

Kita adalah hamba. Seorang hamba harus rela terhadap ketentuan yang ditetapkan oleh Tuannya. Jikalau Allah Ta’ala telah menetapkan manusia untuk beribadah, maka seorang hamba harus mengerjakannya. Dan jikalau Allah Ta’ala telah menetapkan untuk manusia agar ia berusaha dan bekerja, maka ia juga harus mengerjakannya sepenuh hati.

sumber: buku Syarah Al-Hikam karya D.A.Pakih Sati, Lc.

AL-HIKAM: Dibukakan Pintu Mengenal Allah

Bismillaahirrahmaanirrahiim...



Dibukakan Pintu Mengenal Allah Ta’ala



“Jika Allah subhanahu wa ta’ala membukakan jalan bagi Anda untuk mengenal-Nya maka janganlah peduli terhadap amalan Anda, meskipun amal itu sedikit. Tidaklah Dia membukakan jalan itu bagi Anda, kecuali Dia ingin berkenalan dengan Anda.”

            Jika Allah subhanahu wa ta’ala membukakan jalan makrifat bagi Anda untuk mengenal-Nya, sehingga Anda bisa melihat sesuatu yang berada di balik kenyataan, maka syukurilah walaupun Anda sadar bahwa amalan Anda belum seberapa.

            Biasanya seseorang yang dikaruniai makrifat oleh Allah subhanahu wa ta’ala, maka ia mampu menangkap hikmah yang ada di balik sebuah peristiwa dan mengenal rahasia di balik ciptaan-Nya. Ketika melihat air mengalir, angin berhembus, burung berkicau, dan binatang berlarian, ia bisa mengenal rahasia semua itu.

            Kata-katanya penuh wibawa, seolah-olah ada aura yang dipancarkan dari mulutnya, sehingga membuat orang lain tidak mampu membantahnya.

Banyak beramal bukanlah jaminan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala akan membukakan baginya pintu makrifat. Dalam ibadah, yang penting adalah kualitas bukan kuantitas. Bisa jadi seseorang yang sedikit amalnya, namun lebih tinggi kedudukannya di mata Allah. Sebaliknya, bisa jadi seseorang yang banyak amalan, namun lebih rendah kedudukannya di mata Allah. Nikmat ibadah dan makrifat hanya bisa dirasakan oleh orang-orang yang dipilih-Nya.

Jikalau Anda sudah diberikan-Nya pintu makrifat maka syukurilah karena Dia sudah membukakan pintu hidayah-Nya bagi Anda untuk mengenal-Nya. Semakin Anda mengenal-Nya maka Anda semakin dekat dengan-Nya.

Jikalau jarak Anda sudah dekat dengan-Nya maka lisan Anda adalah lisan yang diberkahi-Nya, sehingga kata-kata yang keluar tidak pernah sia-sia, namun penuh dengan hikmah. Begitu juga halnya dengan kaki Anda, tangan Anda, dan anggota badan lainnya. Semuanya akan berjalan di bawah pengawasan-Nya dan Anda pun akan selalu merasa selalu diawasi oleh Allah subhanahu wa ta’ala.

sumber: buku Syarah Al-Hikam karya D.A.Pakih Sati, Lc.

AL-HIKAM: Jangan Membanggakan Amalan

Bismillaahirrahmaanirrahiim...





“Seorang Muslim tidak akan pernah memasuki surga-Nya dengan amalan-amalan sholih saja, akan tetapi dengan rahmat-Nya”

Adalah kesalahan besar ketika seorang Muslim beranggapan bahwa amal-amal sholihnya cukup untuk menyelamatkannya dari api neraka dan memasukkannya ke dalam surga Allah subhanahu wa ta’ala. Ia menggantungkan harapannya pada amalan-amalan itu dan mengurangi rasa berharap kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Tindakan seperti ini merupakan sebuah bentuk kesyirikan, karena menggantungkan harapan pada selain-Nya.

Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa seorang ahli ibadah ditanya ketika berada di dekat Mizan, “Apakah engkau ingin masuk surga dengan amalanmu atau rahmat-Ku?” Karena laki-laki ini merasa yakin dengan amalan-amalan yang selama ini dilakukannya, maka ia menjawab, “Dengan amalan-amalanku”. Tatkala ditimbang, ternyata amalan-amalannya tersebut tidak mampu memasukkannya ke surga sehingga ia dilemparkan ke neraka.

Dalam riwayat lain dijelaskan bahwa seorang pembunuh 99 jiwa dimasukkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala ke surga-Nya, padahal ia belum melakukan amal sholih sedikit pun. Begitu juga halnya dengan seorang pelacur yang berhak memasuki surga-Nya hanya karena menolong seekor anjing yang kehausan. Semua itu semata-mata karena rahmat Allah subhanahu wa ta’ala.

Seorang mukmin sejati yang mengenal Tuhannya hendaknya selalu bergantung pada Tuhannya bukan pada amalan-amalannya. Wallahu a’lam bishshowab.

Semoga kita terhindar dari yang demikian dan tidak memandang remeh orang lain.

sumber: buku Syarah Al-Hikam karya D.A.Pakih Sati, Lc.

Jumat, 06 Juni 2014

AL-HIKAM: Khidmat dan Mencintai Allah

Bismillaahirrahmaanirrahiim...







“Ada suatu kaum yang ditempatkan Allah subhanahu wa ta’ala untuk berkhidmat kepada-Nya dan ada pula kaum yang dikhususkan untuk mencintai-Nya. Kepada masing-masing mereka, baik kelompok pertama maupun kedua, kami berikan karunia Tuhan Anda dan karunia Tuhan Anda tidaklah terbatas”.

            Diantara para hamba Allah subhanahu wa ta’ala ada yang ditempatkan pada posisi melayani-Nya. Mereka mempersembahkan segenap jiwa dan raga mereka demi mendapatkan ridho-Nya. Mereka menjauhi segala sesuatu yang membuat-Nya murka dan marah. Mereka rela mengorbankan jiwa dan raga mereka demi meninggikan kalimat-Nya di muka bumi ini. Hidup dan mati mereka hanyalah untuk-Nya semata.

            Pada saat yang bersamaan, ada juga diantara para hamba Allah subhanahu wa ta’ala yang ditempatkan pada posisi mencintai-Nya. Hati dan perasaan mereka dipenuhi oleh rasa cinta kepada-Nya. Mereka senantiasa rindu untuk mendekatkan diri ke hadirat-Nya dan menyembah-Nya. Ibarat orang yang dimabuk rindu, keinginan mereka hanyalah bersama kekasih. Bagi mereka, ibadah adalah kebutuhan primer yang akan membuat mereka selalu dekat dengan kekasih mereka.

            Masing-masing kelompok, baik yang mempersembahkan hidup mereka untuk menyembah-Nya maupun yang mengabdikan diri untuk mencintai-Nya, sama-sama diberikan karunia dari-Nya. Itulah yang akan mengantar mereka menuju tingkatan yang sebenarnya.


            Berdoalah kepada Allah subhanahu wa ta’ala agar Anda dimasukkan ke dalam salah satu kelompok ini. Jangan sampai Anda justru berada di luar keduanya, sebab itu berarti Anda berada dalam kerugian yang nyata.

Sumber: buku Syarah Al-Hikam karya D.A.Pakih Sati, Lc.

Jumat, 31 Januari 2014

AL-HIKAM: PENGUSIR SYAHWAT


Bismillaahirrahmaanirrahiim...





“Tidak ada yang bisa mengeluarkan syahwat dari hati, kecuali rasa takut yang menggetarkan dan rasa rindu yang merisaukan”


            Hati yang dipenuhi oleh nafsu syahwat akan selalu mendorong pemiliknya untuk melakukan berbagai maksiat dan kejahatan. Nafsu tersebut hanya bisa diusir dengan rasa takut yang luar biasa kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

            Anda harus merasa takut terhadap ancaman Allah Ta’ala dan neraka-Nya. Ingatkan selalu diri Anda bahwa jikalau Anda melakukan kemaksiatan dan tidak segera bertaubat kepada-Nya dengan sebenar-benar taubat, maka segala kenikmatan yang Anda dapatkan di dunia ini akan dicabut dengan segera, dan api neraka yang menyala-nyala siap membakar Anda.

            Kemudian paksa hati Anda untuk selalu merindukan-Nya. Tidak ada kenikmatan yang paling besar di surga kelak, kecuali bertemu dengan-Nya. Orang yang hatinya kotor dan penuh maksiat tidak akan pernah mendapatkan kesempatan yang berharga ini.

            Jikalau kedua poin ini sudah tertanam di dalam hati Anda, maka sedikit demi sedikit kotoran yang ada di dalam hati Anda akan hilang, bahkan bisa hilang dalam sekejap.

            Ingatlah, tanamkan rasa takut kepada-Nya dan rasa rindu bertemu dengan-Nya di dalam hati Anda, maka Anda akan mendapatkan hati yang bersih dan bercahaya. Wallahu a’lam bishshawab. 

sumber: buku Syarah Al-Hikam karya D.A.Pakih Sati, Lc.



AL-HIKAM: SIAPA YANG PALING LAYAK DIPUJI?


Bismillaahirrahmaanirrahiim...






Jikalau ada orang yang memuliakan Anda maka sesungguhnya ia hanyalah memuliakan Anda karena keindahan tirai Allah Ta’ala. Pujian itu hanyalah layak dimiliki oleh Dzat yang menutupi aib Anda. Pujian itu tidak layak diberikan kepada orang yang memuliakan dan berterimakasih kepada Anda”

        Jangan larut dalam kesenangan dan kebahagiaan karena ada seseorang yang memuji Anda. Ingatlah, ia memuji Anda karena hanya melihat sisi kebaikan dalam diri Anda. Ia sama sekali tidak mengetahui sisi kejelekan Anda.

Seandainya ia mengetahui kejelekan Anda maka Anda bisa membayangkan sesuatu yang akan terjadi? Alih-alih ia akan memuji Anda, akan tetapi bisa jadi ia akan mencaci dan mencela Anda, bahkan menjauhi Anda.

Oleh karena itu, yang paling layak adalah Anda bersyukur kepada Dzat yang telah menutupi aib Anda, yaitu Allah subhanahu wa ta’ala. Bersyukurlah dan berterima kasih kepada Allah Ta’ala, jangan justru memuji dan menyanjung Anda. Itu adalah jebakan.

Jikalau Anda tidak hati-hati maka Anda akan terperosok ke dalam jurang kemaksiatan. Berterima kasihlah kepada Allah Ta’ala yang telah menutupi aib Anda, sehingga Anda dipandang mulia dan terhormat di hadapan sebagian manusia. 


sumber: buku Syarah Al-Hikam karya D.A.Pakih Sati, Lc.