Senin, 27 Mei 2013

Kelola BBM sesuai Syariah



Oleh : Anita Komala Dewi
Peminat Politik dan Ekonomi
Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Arab UPI dan Ma'had Al-Imaaraat Bandung
Diterbitkan pada kolom OPINI Inilah Koran edisi 25 April 2013


Pemerintah berencana menerapkan dua harga berbeda untuk BBM jenis premium. Harga Rp 4.500/liter hanya untuk motor dan angkutan umum, sementara untuk mobil pribadi lebih mahal. Kebijakan ini akan bisa menghemat uang negara sebesar Rp 30 triliun (detikfinance, 15/4).

Rencana kenaikan harga BBM dilakukan untuk membatasi subsidi BBM. Sebab kuota BBM bersubsidi 2013 diperkirakan akan terlampaui dan bisa mencapai 51 – 53 juta kiloliter.Jika konsumsi BBM bersubsidi sampai 51 kiloliter maka harus ada tambahan subsidi hingga Rp 30 triliun. Karena itu konsumsi BBM bersubsidi harus dibatasi supaya tidak melampaui kuota. Bisa juga dengan alternatif lain yakni menaikan harga BBM tersebut agar tidak membebani dana APBN nantinya.

Kenaikan harga BBM dapat dipastikan berakibat langsung pada kenaikan harga-harga barang. Meski yang dinaikkan adalah harga BBM untuk mobil plat hitam, dampak kenaikan harga tersebut akan berakibat pada semua hal baik barang maupun jasa dan harus ditanggung oleh semua rakyat. Rakyat umum khususnya menengah ke bawah akan menanggung beban paling besar. Dampak kenaikan harga tersebut pun akan terasa terus menerus dan tidak hanya sebentar. Sebab fakta yang terjadi selama ini, begitu naik harga tidak turun lagi.

Subsidi Bebani APBN?
            Sebenarnya ada anggaran lain yang lebih membebani APBN selama ini tapi tidak pernah dipersoalkan. Pertama, APBN 2013 banyak disedot untuk membayar bunga dan cicilan pokok utang. Dalam APBN 2013 porsi pembayaran cicilan bunga utang sebesar 113,243 triliun dan cicilan pokok utang 58,405 triliun sehingga totalnya mencapai Rp 171,7 triliun, meningkat dari sebesar RP 167,5 triliun ditahun 2012. Selama ini pembayaran bunga utang dan cicilan pokok itu tidak pernah dipersoalkan dan bahkan pemerintah tetap getol berutang. Sebaliknya, subsidi khususnya subsidi BBM selalu menjadi persoalan.
            Kedua, Pos belanja birokrasi juga menjadi beban APBN. Belanja birokrasi di APBN 2013 mencapai 400,3 triliun atau 35,2% dari belanja pemerintahan pusat, yaknibelanja pegawai sebesar 241,1 triliun (naik 25,4 triliun atau naik 11,77% dari tahun 2012 sebesar 215,7 triliun) dan belanja barang sebesar 159,2 triliun. Jumlah aparat birokrasi Indonesia sekitar 4,6 juta aparat. Artinya, anggaran belanja birokrasi pemerintahan pusat itu mengalokasikan porsi anggaran dariAPBN sebesar 87,02 juta untuk tiap satu orang aparat. Itu baru anggaran belanja pemerintah pusat. Jika ditambah anggaran belanja birokrasi daerah maka total belanja birokrasi akan jauh lebih besar.

Amanat Liberalisasi ala IMF dan World Bank
Meski berbagai alasan dikemukakan pemerintah, rencana penghapusan subsidi BBM tidak lain merupakan amanat liberalisasi dalam Memorandum ofEconomic and Financial Policies (Lol IMF, Jan. 2000). Juga perintah BankDunia dengan menjadikannya syarat pemberian utang seperti tercantum di dalam dokumen Indonesia Country Assistance Strategy (World Bank, 2001).

Dalam dokumen program USAID, TITLE AND NUMBER: Energy SectorGovernance Strengthened, 497-013 (http://www.usaid.gov/pubs/cbj2002/ane/id/497-013.html), menyebutkan: “Tujuan strategis ini akan menguatkan pengaturan sektor energi untuk membantu membuat sektor energi lebih efisien dantransparan. Dengan jalan meminimalkan peran pemerintah sebagai regulator,mengurangi subsidi, mempromosikan keterlibatan sektor swasta”. Itulah sebenarnya alasan mendasar semua program pengurangan subsidi, termasuk pengurangan subsidi energi (BBM dan Listrik).

Sejak awal telah dikemukakan oleh menteri ESDM kala itu, Purnomo Yusgiantoro bahwa kenaikan harga BBM memang untuk membuka kesempatan bagi pemain asing untuk berpartisipasi dalam bisnis eceran migas (Kompas, 14 Mei 2003). Selama ini beberapa SPBU Non Pertamina sepi pembeli dan mereka mengalami kerugian besar, bahkan sebagian sudah tutup.

Kelola sesuai Syariah, Sejahterakan Rakyat

Sebenarnya masih ada beberapa jalan lain yang bisa ditempuh tanpa menaikkan harga BBM. Jika pemerintah melakukan penghematan 10% dari anggaran belanja birokrasi, maka akan didapat 40 triliun lebih. Hal itu mungkin dilakukan.

Jika pemerintah menghilangkan pembayaran bunga utang (riba dan haram hukumnya), maka pemerintah bisa mendapatkan 123 triliun. Juga masih ada saldo anggaran lebih APBN 2012 sebesar 32,77 triliun dan sisa lebih penggunaan anggaran sebesar 34 triliun.

Dari semua itu,maka bisa didapat dana jauh lebih banyak daripada menaikkan harga BBM yang akan memberatkan rakyat. Tapi semua itu hanya jika pemerintah memiliki kemauan kuat untuk melayani dan mengurusi urusan rakyat dan tidak ingin membebani rakyat.

Kebijakan kapitalistik, yakni liberalisasi migas baik di sektor hilir termasuk kebijakan harganya, maupun di sektor hulu yang sangat menentukan jumlah produksi migas dan kebijakan zalim juga khianat harus segera dihentikan.

Sebagai gantinya, Migas dan SDA lainnya harus dikelola sesuai dengan syariah Islam. Jalannya hanya satu, melalui penerapan syariah Islam secara kaffah dalam bingkai Khilafah Rasyidah ‘ala Minhaj an-Nubuwwah. Saat itulah SDA dan migas akan menjadi berkah dan menyejahterakan seluruh rakyat.

Migas dan SDA yang melimpah dalam pandangan Islam merupakan milik umum. Pengelolaannya harus diserahkan kepada negara untuk kesejahteraan rakyat.Tambang Migas haram dikuasai swasta apalagi asing.

Abyadh bin Hammal menceritakan bahwa ia pernah menghadap kepadaRasulullah saw. Dan meminta diberi tambang garam yang menurut Ibnu Mutawakkil berada di daerah Ma’rib, lalu beliau saw. memberikannya. Namun, saat ia akan pergi, ada seseorang yang berada di majelis berkata kepada Rasulullah saw.: “TahukahAnda apa yang Anda berikan padanya, sungguh Anda memberinya sesuatu laksana airyang terus mengalir”. Maka beliau pun menariknya kembali darinya (HR.Baihaqi dan Tirmidzi). Hal ini menunjukkan bahwa barang tambang apapun dalam jumlah yang banyak dan manfaatnya terus mengalir, haram hukumnya dimiliki oleh seorang individu tetapi harus dikelola oleh negara untuk dimanfaatkan bagi kepentingan rakyat.

Wallahu a’lam.