Menjelang tutup tahun 2007, setidaknya ada 2 peristiwa keagamaan yang cukup menarik untuk kita cermati.
Pertama : Mencuatnya kembali kasus Ahmadiyah, yaitu penyerangan oleh sekelompok orang terhadap para pengikut Ahmadiyah di Desa Manis Lor, Jalaksana, Kabupaten Kuningan, 18 Desember 2007. Sejumlah aktivis HAM dan kalangan Liberal menuding bahwa biang keladi aksi kekerasan ini adalah MUI. Mereka menyalahkan fatwa MUI yang telah menetapkan Ahmadiyah sbg aliran sesat, padahal pelaku penyerangan tsb masih misterius.
Kedua : Peristiwa Perayaan Natal Bersama (PNB). Hampir semua kementrian/departemen Pemerintahan serentak mengadakan PNB. Menariknya, sebagian besar undangan, mulai dari menteri hingga staf adalah Muslim. Ini baru terjadi kali ini!!! Apakah mereka tidak tahu bahwa ini telah melanggar syariat Islam. Dalam Islam toleransi memang ada tapi tidak dalam hal AQIDAH.
Jika dicermati, mencuatnya kembali kasus Ahmadiyah dan munculnya fenomena Perayaan Natal Bersama (PNB) sama-sama dilandasi oleh paham PLURALISME. Pluralisme adalah anak dari demokrasi yang menjamin kebebasan beragama. Namun, faktanya justru mentoleransi kebebasan untuk menodai agama. Buktinya Ahmadiyah yang telah lama difatwakan sesat oleh MUI tetap dibela. Sebaliknya, fatwa MUI dikecam oleh para aktivis HAM dan kaum Liberal, sebuah sikap yang bertentangan dengan ajaran demokrasi itu sendiri yang katanya menjamin kebebasan berpendapat. Hal serupa terjadi pada tahun 2005 lalu, mereka juga menggugat MUI sesat setelah MUI mengeluarkan fatwa tentang sesatnya paham sekularisme, liberalisme dan pluralisme.
Buruknya Paham Pluralisme
Benar, bahwa ada keanekaragaman keyakinan, kepercayaan atau agama. Ini adalah kenyataan dan Sunatullah. Inilah yang disebut pluralitas. Namun, jika kemudian dikembangkan paham bahwa semua agama benar, tidak boleh ada monopoli kaum kebenaran, jikalau begitu tidak mengapa merayakan Perayaan Natal Bersama atas nama toleransi,dll ;semua itu jelas sebuah penyesatan. Inilah paham pluralisme yang sengaja didesakkan ke dalam tubuh kaum Muslim untuk merusak aqidah mereka.
Ada yang patut kita waspadai dari paham pluralisme ini, diantaranya ;
Pertama: Secara Normatif pluralisme ini bertentangan dengan aqidah Islam. Sebab, pluralisme menyatakan bahwa semua agama benar. Sebaliknya menurut Islam, hanya Islam yang membawa kebenaran [QS. Ali Imran (3) : 9] ; agama selain Islam tidak akan diterima oleh Allah SWT [QS. Ali Imran (3) : 85]
Kedua : Secara Historis paham pluralisme bukanlah dari umat Islam, namun dari orang-orang Barat sekuler yang mengalami trauma konflik dan perang antara Katolik dan Protestan, juga Ortodok. Semula diyakini bahwa tak ada keselamatan di luar Gereja, lalu keyakinan itu diubah, bahwa kebenaran dan keselamatan itu bisa saja berada di luar Gereja (Agama Katolik/Protestan). Jadi, paham pluralisme tidak mengakar dalam sejarah Islam.
Ketiga : Secara Politis pluralisme agama dilancarkan di tengah dominasi Kapitalisme yang Kristen atas Dunia Islam. Maka patut dicurigai. Andai tujuan pluralisme adalah demi menjunjung tinggi HAM, mencegah konflik dan kekerasan, menjaga perdamaian dunia dll, maka perlu disadari :
Barat sangat memahami bahwa aqidah merupakan kunci vitalitas sebagai ruh kebangkitan umat Islam. Apabila aqidah umat Islam bangkit maka ini akan menjadi ancaman bagi hegemoni Barat. Namun demikian, kita tentu meyakini firman Allah SWT berikut:
"Orang-orang kafir membuat makar. Allah pun membalas mereka itu. Allah adalah sebaik-baiknya pembuat makar." [QS. Ali Imran (3) :54]
Wallahu a'lam bi ash - shawab.
Pertama : Mencuatnya kembali kasus Ahmadiyah, yaitu penyerangan oleh sekelompok orang terhadap para pengikut Ahmadiyah di Desa Manis Lor, Jalaksana, Kabupaten Kuningan, 18 Desember 2007. Sejumlah aktivis HAM dan kalangan Liberal menuding bahwa biang keladi aksi kekerasan ini adalah MUI. Mereka menyalahkan fatwa MUI yang telah menetapkan Ahmadiyah sbg aliran sesat, padahal pelaku penyerangan tsb masih misterius.
Kedua : Peristiwa Perayaan Natal Bersama (PNB). Hampir semua kementrian/departemen Pemerintahan serentak mengadakan PNB. Menariknya, sebagian besar undangan, mulai dari menteri hingga staf adalah Muslim. Ini baru terjadi kali ini!!! Apakah mereka tidak tahu bahwa ini telah melanggar syariat Islam. Dalam Islam toleransi memang ada tapi tidak dalam hal AQIDAH.
Jika dicermati, mencuatnya kembali kasus Ahmadiyah dan munculnya fenomena Perayaan Natal Bersama (PNB) sama-sama dilandasi oleh paham PLURALISME. Pluralisme adalah anak dari demokrasi yang menjamin kebebasan beragama. Namun, faktanya justru mentoleransi kebebasan untuk menodai agama. Buktinya Ahmadiyah yang telah lama difatwakan sesat oleh MUI tetap dibela. Sebaliknya, fatwa MUI dikecam oleh para aktivis HAM dan kaum Liberal, sebuah sikap yang bertentangan dengan ajaran demokrasi itu sendiri yang katanya menjamin kebebasan berpendapat. Hal serupa terjadi pada tahun 2005 lalu, mereka juga menggugat MUI sesat setelah MUI mengeluarkan fatwa tentang sesatnya paham sekularisme, liberalisme dan pluralisme.
Buruknya Paham Pluralisme
Benar, bahwa ada keanekaragaman keyakinan, kepercayaan atau agama. Ini adalah kenyataan dan Sunatullah. Inilah yang disebut pluralitas. Namun, jika kemudian dikembangkan paham bahwa semua agama benar, tidak boleh ada monopoli kaum kebenaran, jikalau begitu tidak mengapa merayakan Perayaan Natal Bersama atas nama toleransi,dll ;semua itu jelas sebuah penyesatan. Inilah paham pluralisme yang sengaja didesakkan ke dalam tubuh kaum Muslim untuk merusak aqidah mereka.
Ada yang patut kita waspadai dari paham pluralisme ini, diantaranya ;
Pertama: Secara Normatif pluralisme ini bertentangan dengan aqidah Islam. Sebab, pluralisme menyatakan bahwa semua agama benar. Sebaliknya menurut Islam, hanya Islam yang membawa kebenaran [QS. Ali Imran (3) : 9] ; agama selain Islam tidak akan diterima oleh Allah SWT [QS. Ali Imran (3) : 85]
Kedua : Secara Historis paham pluralisme bukanlah dari umat Islam, namun dari orang-orang Barat sekuler yang mengalami trauma konflik dan perang antara Katolik dan Protestan, juga Ortodok. Semula diyakini bahwa tak ada keselamatan di luar Gereja, lalu keyakinan itu diubah, bahwa kebenaran dan keselamatan itu bisa saja berada di luar Gereja (Agama Katolik/Protestan). Jadi, paham pluralisme tidak mengakar dalam sejarah Islam.
Ketiga : Secara Politis pluralisme agama dilancarkan di tengah dominasi Kapitalisme yang Kristen atas Dunia Islam. Maka patut dicurigai. Andai tujuan pluralisme adalah demi menjunjung tinggi HAM, mencegah konflik dan kekerasan, menjaga perdamaian dunia dll, maka perlu disadari :
- Menurut Amnesti Internasional, Amerika Serikat adalah pelanggar HAM terbesar di dunia. Terbukti, Maret 2003 ketika AS menginvasi Irak, sudah 100.000 jiwa umat Islam yang dibunuh oleh AS.
- Konflik dan kekerasan juga sering terjadi karena faktor politik, bukan karena motif agama. Misal : Di Irak, AS sengaja menyulut konflik Sunny-Syiah dalam rangka melemahkan posisi umat Islam di sana. Tujuannya jelas untuk memecah belah Irak agar mudah dikuasai.
Barat sangat memahami bahwa aqidah merupakan kunci vitalitas sebagai ruh kebangkitan umat Islam. Apabila aqidah umat Islam bangkit maka ini akan menjadi ancaman bagi hegemoni Barat. Namun demikian, kita tentu meyakini firman Allah SWT berikut:
"Orang-orang kafir membuat makar. Allah pun membalas mereka itu. Allah adalah sebaik-baiknya pembuat makar." [QS. Ali Imran (3) :54]
Wallahu a'lam bi ash - shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar