Jumat, 27 Februari 2015

AL-HIKAM: Keseimbangan Antara Ibadah dan Usaha

Bismillaahirrahmaanirrahiim...





KESEIMBANGAN ANTARA IBADAH DAN USAHA

“Keinginanmu untuk berkonsentrasi (ibadah) kepada Allah subhanahu wa ta’ala, padahal Dia telah menetapkan agar berusaha, merupakan bagian dari syahwat tersembunyi. Keinginanmu berusaha, padahal Dia menetapkan untuk konsentrasi ibadah, merupakan bentuk penurunan semangat yang tinggi”

            Keinginan Anda untuk mengonsentrasikan diri untuk beribadah kepada Allah Ta’ala dan melepaskan diri dari segala usaha pekerjaan, bukan merupakan tindakan yang terlarang secara syara’, bahkan tidak pula makruh, namun bisa saja merupakan bagian dari syahwat yang tersembunyi.

Walaupun Anda mengonsentrasikan diri untuk beribadah kepada Allah Ta’ala, akan tetapi Anda tetap harus berusaha dan bekerja demi menghidupi diri sendiri dan keluarga.

Allah subhanahu wa ta’ala telah menentukan bahwa rezeki tidak datang dengan sendirinya, akan tetapi harus dicari dan diusahakan. Jika pekerjaan Anda hanya di masjid maka tidak ada rezeki yang akan menghampiri Anda.

Sebaliknya, keinginan Anda untuk berusaha dan melarutkan diri dalam pekerjaan Anda sehingga lalai dalam beribadah kepada Allah Ta’ala merupakan bentuk keterpurukan dari semangat yang tinggi.

Bekerja terus menerus tanpa mengenal lelah dan istirahat, bahkan jika tidak bekerja maka akan sakit, tindakan seperti ini tentu tidak dibenarkan oleh syariat. Bagaimana mungkin Anda melarutkan diri dalam pekerjaan, padahal Allah juga meminta Anda untuk beribadah kepada-Nya apabila tiba waktunya?

Ketika Anda lalai dalam menyembah Allah Ta’ala dan sibuk dengan usaha-usaha yang bersifat keduniawian, maka Anda telah terperosok ke dalam jurang kehinaan. Anda telah kehilangan semangat yang seharusnya dimiliki seorang Muslim, yaitu semangat beribadah kepada-Nya dan mengharap keridhoan-Nya.

Kita adalah hamba. Seorang hamba harus rela terhadap ketentuan yang ditetapkan oleh Tuannya. Jikalau Allah Ta’ala telah menetapkan manusia untuk beribadah, maka seorang hamba harus mengerjakannya. Dan jikalau Allah Ta’ala telah menetapkan untuk manusia agar ia berusaha dan bekerja, maka ia juga harus mengerjakannya sepenuh hati.

sumber: buku Syarah Al-Hikam karya D.A.Pakih Sati, Lc.

2 komentar: