Senin, 21 April 2014

TOLERANSI BERHAROKAH




Saat tengah asik bermain laptop di kantor TU sekolah tempat PPL, ibu-ibu guru berdesas-desus dekat pintu sambil memegang pamplet warna pink. Heboh banget tapi saya tak begitu peduli. Makin ke tengah ruangan makin heboh, hehe lebai. Di tengah kebingungan, seorang guru yang berbackground PKS (sepertinya) bertanya pada saya “Bu, menurut ibu gimana? Tempel jangan?”. Saya sangat menghormati tuan rumah dan ga mau caari masalah, saya jawab “teu langkung..” sambil pasang senyum :)

Bu wakasek menunjukkan telunjuk pada pamplet sambil bertanya “tapi ini gimana?”. Tertera tulisan penyelenggara “Hizbut Tahrir Indonesia”. “Ga masalah.. ga apa-apa ko bu..” jawab saya sambil deg-degan (iyalaah klo ga deg-degan berarti mati). Ibu wakasek pun masih terlihat cemas. Ingin rasanya berusaha meyakinkan, tapi apalah daya. Akhirnya ibu pun berkata, “ya udah tunggu pa sholeh aja..” disimpanlah pamplet itu di meja pa sholeh.

Sambil menunggu pa sholeh, saya jadi ikutan cemas. Ingin rasanya berbuat sesuatu yang bisa meyakinkan ibu-ibu buat menempel pamplet itu. Saya segera sms teman lama, mencoba menceritakan kronologinya dan bertanya “jadi sikap saya harus gimana nih?”

Yang saya cemaskan adalah posisi saya yang tak lagi menjadi bagian internal hizb. Tapi bukan berarti saya tidak mendukung perjuangannya. Saya tetap merindukan dakwah itu, dakwah yang menyeru pada Islam kaffah dalam naungan Khilafah Islamiyyah ‘ala minhajin Nubuwwah. Seperti kata salah seorang ustadz di DT, Khilafah itu bukan hanya milik hizbut tahrir saja tapi kita semua pun perlu memperjuangkannya, hanya saja mungkin dengan jalan yang berbeda.

Pa Sholeh belum jua datang. Saya dan seorang teman di minta ke tempat piket KBM untuk menyampaikan urusan surat-surat. Teman PPL bertanya “emang tadi apaan bu?”| “itu ada pamplet acara ttg hijab tapi penyelenggaranya dari hizbut tahrir” | “ohh iya, mendingan jangan” | -_-? Krik krik krik. Emang ada apa dengan hizb??? Dan apakah selama ini wajah dan pakaian saya ga keliatan kaya orang (mantan) hizbut tahrir -,-? Ohh mungkin kerudungnya kepanjangan dan pakaiannya gelap-gelap mulu jadi disangka salafy :v

Ketika kembali ke ruang TU masih dengan perasaan cemas, ahh.. pamplet itu masih teronggok di meja Pa Sholeh. Ingin rasanya berbuat apaaa gitu dan seandainya bisa meyakinkan ibu-ibu. Image saya di sekolah mungkin cukuplah baik untuk bisa menguatkan argumen tapi saya bukanlah lagi bagian hizb, jadi bingung memposisikan diri...

Saat akan mengetik ini, Pa Sholeh pun datang. Deg.. deg.. deg.. “Pa ini ada yg harus ditempel, tempel jangan?” kata seorang ibu yang tadi tidak ikut nimbrung. Dalam waktu sepersekian detik, Pa Sholeh berkata dengan wolesnya “Oh tempel aja, ga apa apa” | “Tapi kan..”. Seolah bisa menangkap makna yang dimaksud, Pa Sholeh berkata dengan tetap woles “iya gapapa..”. Kata ibu yang seperti berbackground PKS (hehe, apa maksud melabeli. Ya buat indo aja..) “ahh tapi di tempel juga anak-anak ga akan ada yg ikut kayanya”. Saya paham... anak-anak disini minatnya ya memang seperti itulaaah. Tapi tak panjang lebar, ibu yang tadi ga ikut nimbrung bertanya pada saya berkata, “BU.. tolong tempel di pamplet ya..” | Ihiyy.. saya yg kebagian nempel, seneng rasanya bisa berbuat sesuatu buat pamplet ini dan dapat “kehormatan” jadi orang yg menempelnya.

Pas mau nempel, doubletip yg sudah menempel di pampletnya kurang. Dibagian kiri atas ga ada doubletipnya  -_- krik krik krik ga bisa ditempel sempurna *pikir saya setengah frustasi karena ga bawa doubletip

Sering mungkin kita mengalami hal seperti ini, ketika ada lembaga lain menitipkan pamplet pada kita yang bersebrangan pemikiran dgn background pamplet itu jadi bingung, sebarin jangan yaaa. Kalau menurut saya sih selama acaranya positif, mengajak pada islam dan ga sesat ya woles aja.. biarkan mad’u nanti yang memilih jalannya. Ga perlu lah bikin pencitraan buruk pada lembaga yg bersebrangan. Tapi dudukan posisi, lembaga ini gini, lembaga itu gitu. Sok pelajari..

Saya ga menyalahkan guru-guru disini, ibu-ibu disini rata-rata tergolong awam, mungkin cuma dengar-dengar isu aja jadi mereka cemas berlebih, takut anak-anak didiknya gimana-gimana..

Oleh karena itu, mungkin bagi pihak yang mau nempel, masukan saya jangan asal nitip nempel aja tapi kalau sempat (dan harus menyempatkan) cobalah bincang-bincang terlebih dahulu tentang acara tersebut dan backround penyelenggara, biar ga pada cemas termakan isu.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar