Kapitalisme diambang kehancuran. Kondisi Amerika yang kian terpuruk khususnya dalam bidang ekonomi, merupakan bukti nyata bahwa ideologi Kapitalisme saat ini tengah diujung tanduk.
Ideologi Kapitalisme yang diusung Amerika Serikat dan negara-negara lainnya, kini tengah digugat oleh para penganutnya sendiri. Upaya pendudukaan Wall Street (Occupy Wall Street) di New York, Amerika Serikat yang dilakukan oleh gerakan anak-anak muda dan didukung oleh para politisi, guru, ilmuwan, wartawan dan intelektual menjadi bukti nyata yang tak bisa dielakkan. Gerakan ini merupakan bentuk kemarahan dan kebencian rakyat terhadap dampak diterapkannya ideologi Kapitalisme.
Seperti kita ketahui, bahwa sebagian besar kekayaan dan pendapatan Amerika Serikat terdapat hanya pada 1% penduduknya. Menurut Joseph Stiglitz seorang ekonom yang juga merupakan profesor dari Columbia University, pendapatan para pengusaha superkaya di Amerika Serikat hingga tahun 2007 terus mengalami kenaikan hingga 275%, sedangkan 99% rakyat Amerika lainnya tidak dapat menikmati kekayaan tersebut. Dalam kondisi tertentu justru rakyatlah yang menyumbang pada perusahaan multinasional melalui pajak yang mereka bayarkan. Seperenam rakyat di Amerika Serikat pun mengalami kemiskinan dan pengangguran. Maka tak heran jika Stiglitz pada bulan Mei lalu menulis sebuah artikel untuk mengkritik keadaan umum politik dan ekonomi di Amerika dengan menyatakan “dari 1%, oleh 1%, untuk !%”. Ia dengan tepat mempermainkan deskripsi terkenal Abraham Lincoln tentang demokrasi yang diterapkan dalam pemerintahan Amerika yakni “dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat”. Singkatnya, menurut Stiglitz, proses politik “demokrasi” di Amerika sepenuhnya dikendalikan hanya oleh sekelompok kecil orang, yakni 1 % dari orang-orang superkaya yang menggunakan pengaruh politiknya untuk memastikan bahwa ekonomi Amerika diatur sedemikian rupa sehingga mereka merupakan penerima manfaat yang utama. (www.vanityfair.com/society/features/2011/05/top-one-percent-201105).
Berawal dari demonstrasi yang dilakukan di Wall Street, New York, kemarahan terhadap Kapitalisme kini merebak hingga ke seantero kota di Amerika, seperti Chicago, Los Angeles dll. Bahkan bukan hanya di Amerika, gerakan Occupy Wall Street ini pun rupanya menginpirasi kaum muda lainnya yang berada di benua Eropa, Asia, dan Afrika. Saat ini, gerakan serupa tengah terjadi di lebih dari 1.500 kota di seluruh dunia seperti di Washington D.C., Paris, London, Amsterdam, Berlin dan Tokyo (www.occupytogether.org). Kapitalisme pun dikecam sebagai ideologi kriminal yang rakus, menindas dan tidak adil.
Protes pertama yang berlangsung di New York terjadi pada tanggal 17 Oktober 2011. Sebanyak 2.000 orang turun ke jalan, salah satu slogan utama yang mereka teriakkan adalah “We are the 99%”, maksudnya mereka mewakili 99% rakyat Amerika yang kepentingannya saat ini tidak diperhitungkan baik secara politik maupun secara ekonomi. “Occupy Wall Street” dalam istilah bahasa Indonesia berarti duduki Wall Street. Wall Street merupakan bursa saham terbesar di dunia yang bisa dikatakan sebagai penggerak dari segala kegiatan ekonomi Amerika dan bahkan dunia, didalamnya terdapat para spekulan finansial, bankir dan orang-orang dari sektor finansial yang merupakan para pengusaha multinasional. Bursa saham inilah yang pada akhirnya menyebabkan distribusi kekayaan tidak merata dan terjadinya jurang kesenjangan sosial yang begitu tajam antara si kaya dan si miskin, karena uang yang ada hanya beredar di kalangan orang-orang yang memiliki modal.
Sesungguhnya krisis ekonomi yang terjadi di berbagai negara yang menerapkan kapitalisme merupakan suatu hal yang tak mengherankan. Inilah ciri khas dari negara kapitalis itu sendiri dan ciri dari sistem ekonomi kapitalis yang jelas-jelas bobrok dan menyengsarakan rakyat. Terjadinya krisis ekonomi pada negara-negara penganut kapitalis, disebabkan oleh 3 hal yaitu: Pertama, sistem ekonomi non-riil. Perdagangan saham yang mendunia saat ini merupakan salah satu aktivitas ekonomi non-riil dimana kepercayaan menjadi dasar berjalannya perdagangan saham. Para pengusaha berlomba-lomba menjual saham miliknya demi mendapat keuntungan yang besar, mereka pun seringkali menjual saham secepatnya sehingga harga bisa jatuh merosot. Inilah bukti bahwa bursa saham merupakan tempat perjudian terbesar dan jauh dari nilai-nilai ekonomi islam.
Kedua, perbankan dan sistem keuangan yang ribawi. Sistem perbankan ribawi merupakan biang keladi dari segala bencana yang ada dalam sistem ekonomi kapitalis. Riba dalam sistem ekonomi kapitalis ibarat nyawa yang tidak dapat dilepaskan begitu saja dari tubuhnya. Jika nyawa ini terlepas dari tubuhnya maka matilah sistem ekonomi kapitalis tersebut. Ekonomi kapitalis berpandangan bahwa yang menjadi masalah dalam ekonomi adalah kelangkaan barang sehingga solusi bagi permasalahan ekonomi kapitalis adalah meningkatkan aktivitas produksi dan mengupayakan pertumbuhan ekonomi. Salah satu cara untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi adalah dengan meningkatkan suku bunga yang tinggi sehingga dapat memacu aktivitas ekonomi karena tersedianya dana yang melimpah. Dalam hal ini, bank menjadi lembaga yang memiliki wewenang untuk menghimpun dana masyarakat dan bertugas untuk mengelolanya. Dalam pengelolaannya inilah banyak aktivitas yang tidak dapat dihindarkan dari riba. Padahal Keynes, salah seorang pakar ekonomi kapitalis, telah membantah teori tersebut. Menurutnya, meski bunga bank digenjot hingga setinggi-tingginya dan berhasil mengumpulkan dana masyarakat hingga puluhan trilyun rupiah, tetap saja usaha dan penanaman modal dalam sektor ekonomi riil lumpuh.
Ketiga, sistem uang kertas (flat money) yang tidak disandarkan pada emas dan perak sehingga nilai nominal tidak menyatu dengan nilai intrinsiknya. Hal ini mengakibatkan nilai mata uang tidak pernah stabil dan selalu mengalami gejolak kurs mata uang.
Islam sebagai Solusi Permasalahan Global
Islam menjadikan setiap aktivitas ekonomi senantiasa berkaitan dengan perintah dan larangan Allah. Yaitu, menghubungkan konsep-konsep kepengurusan individu, masyarakat serta menjadikan langkah-langkah politik ekonomi sesuai dengan hukum Islam. Hal inilah yang menjadi landasan mengapa kegiatan ekonomi dalam Islam termasuk sebagai bagian dari ibadah kepada Allah.
Dalam Islam, nilai mata uang dikembalikan dengan basis emas dan perak (dinar dan dirham di mana 1 dinar emas syari’ beratnya 4,25 gram emas dan 1 dirham perak syar’I beratnya 2,975 gram perak). Sehingga nilai mata uang cenderung stabil dan bebas guncangan. Sedangkan kegiatan ekonominya digerakakan dalam sektor riil saja, dalam arti orang berusaha menarik keuntungan tidak dengan mengkomoditaskan uang dalam pasar uang, bank, pasar modal dll. Dalam sistem ini uang yang beredar hanya akan bertemu dengan barang dan jasa, bukan dengan sesama uang seperti yang terjadi pada transaksi perbankan atau pasar modal dalam sistem kapitalis. Hal paling menarik dalam ekonomi Islam yakni bahwa riba merupakan sesuatu yang haram sesuai yang dinyatakan dalam nash-nash syara’ yang mengharamkannya yakni Al-Qur’an dan Sunnah, sehingga aktivitas ekonomi haram bila terdapat riba di dalamnya.
Islam memandang persoalan ekonomi yang sesungguhnya adalah tidak terpenuhinya kebutuhan pokok setiap individu masayarakat yang diakibatkan tidak terdistribusinya kekayaan dengan baik. Sehingga sistem ekonomi Islam akan menerapkan kebijakan politik ekonomi dengan tujuan untuk menjamin kebutuhan pokok tiap individu masyarakat secara menyeluruh, disertai adanya jaminan yang memungkinkan setiap individu dapat memenuhi kebutuhan pelengkap sesuai kemampuan yang dimiliki. Menurut Syeikh Taqiyudin An-Nabhani, sistem ekonomi Islam dibangun di atas landasan tiga kaidah, yaitu kepemilikan, pengelolaan kepemilikan, dan distribusi kekayaan di tengah-tengah masyarakat. Pengelolaan kepemilikan menyangkut tiga macam kepemilikan, yaitu: kepemilikan individu dan kepemilikan negara yang diatur berdasarkan hukum-hukum baitul mal dan muamalah, sedangkan kepemilikan umum seperti barang tambang dan sumber daya alam lainnya yang jumlahnya tidak terbatas harus dikelola negara sebagai wakil umat yang hasilnya harus dikembalikan kepada umat dan negara tidak boleh menjual atau memprivatisasi aset milik umat tersebut. Rasulullah saw. telah menjelaskan hal ini dalam sebuah hadits dari segi sifatnya bukan dari segi jumlahnya (artinya, bukan hanya tiga, peny.). Ibnu Abbas menuturkan bahwa Nabi saw. bersabda:
“Kaum Muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, padang dan api”. (HR. Abu Dawud)
Islam memandang bahwa distribusi merupakan masalah utama dalam bidang ekonomi karena sebanyak apapun jumlah sumber daya alam yang dimiliki namun jika tidak dikelola dan terdistribusi dengan baik, hal tersebut akan percuma. “Masyarakat tidak perlu panik, persediaan beras kita cukup untuk satu tahun”. Pernyataan ini atau yang serupa seringkali diucapkan seorang pejabat ketika menanggapi isu krisis pangan. Sekilas pernyataan itu nampak benar. Namun, benarkah tersedianya beras yang cukup atau berlimpah bisa menjamin setiap orang dapat memperolehnya? Jumlah persediaan berlimpah ternyata bukan jaminan. Itulah jawabannya. Kasus busung lapar yang mencuat beberapa tahun silam bisa menjadi salah satu contohnya. Sebagaimana disitir Siti Fadilah Supari, ada sekitar 1,67 juta anak balita di Indonesia yang menderita gizi buruk. Banyaknya kasus busung lapar jelas bukan disebabkan oleh minimnya jumlah persediaan pangan. Buktinya, pada saat yang sama banyak orang mengalami obesitas karena kelebihan lemak dan kalori. Bukti lainnya, kasus busung lapar juga terjadi di beberapa daerah yang dikenal sebagai lumbung pagi, seperti NTB. Di provinsi tersebut, ada sekitar 49.000 anak balita yang menderita busung lapar. Realitas itu menjadi bukti nyata bahwa kelaparan bukan disebabkan oleh minimnya jumlah persediaan pangan, namun karena buruknya distribusi.
Secara umum ekonomi Islam menetapkan 2 mekanisme distribusi kekayaan. Pertama, mekanisme pasar, yakni mekanisme yang terjadi akibat tukar menukar barang dan jasa dari para pemiliknya. Tidak sekadar diizinkan, Islam juga menggariskan berbagai hukum yang mengatur mekanisme ini. Diantaranya adalah larangan berbagai praktik yang merusak mekanisme pasar, misalnya Islam melarang praktik penimbunan barang (al-ihtikâr); pematokan harga (al-tasy’îr); praktik penipuan, baik penipuan pada komoditas dan alat pembayarnya (al-tadlîs) maupun penipuan pada harga (al-ghabn al-fâhisy), dll. Kedua, mekanisme nonpasar, yakni sebuah mekanisme yang tidak dihasilkan dari transaksi pertukaran barang dan jasa. Barang dan jasa mengalir dari satu pihak kepada pihak lain tanpa meminta timbale balik. Mekanisme bisa diterapkan kepada orang-orang lemah, miskin, dan kekurangan. Dengan mekanisme tersebut, mereka diharapkan bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Bahkan lebih dari itu, mereka dapat bangkit untuk kembali berkompetisi dalam mekanisme pasar dengan modal dari mekanisme nonpasar itu.
Dalam Islam cukup banyak aliran barang dan jasa yang tidak melalui mekanisme pasar. Diantaranya adalah zakat. Islam mewajibkan orang kaya membayar zakat. Harta itu kemudian disalurkan kepada delapan golongan. Negara juga harus proaktif mengambilnya dari kaum Muslim (QS. At-Taubah [9]: 103), sebagaimana yang dilakukan Khalifah Abu Bakar. Selain zakat, ada juga infak dan sedekah yang disunnahkan. Semua jenis pemberian itu dilakukan tanpa mengharap pengembalian. Demikian pula hibah, hadiah dan wasiat; termasuk pula pembagian harta waris. Negara juga bisa memberikan tanah kepada warganya. Dalam fikih kebijakan itu dikenal dengan îqthâ.
Seperti itulah Islam mengatur permasalahan ekonomi, namun Islam tidak akan mampu menjadi solusi seutuhnya jika tidak diterapkan sepenuhnya dalam tataran negara. Islam merupakan aturan yang universal. Ketika Islam diterapkan, bukan berarti akan mendeskriditkan agama-agama lainnya. Dalam hal ini, sejarah telah membuktikan bahwa Rasulullah saw., Khulafaur Rasyidin, ataupun para Khalifah setelahnya dapat mempersatukan 3 agama besar kala itu yakni Islam, Yahudi dan Nashrani dalam satu kesatuan negara Islam, Khilafah Islamiyah. Maka sudah semestinya kita menerapkan kembali aturan-aturan Islam ini secara kaffah dalam tatanan kehidupan kita sebagai solusi fundamental bagi segala permasalahan global.
“Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal sholeh diantara kalian, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa; Dia pun akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah Dia ridhoi untuk mereka dan Dia benar-benar akan menukar keadaan mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan, menjadi aman sentosa”.
(QS. An-Nur[24]: 55)
By: Anita Komala Dewi
Editor: Nijmah Nurlaili
Tidak ada komentar:
Posting Komentar