Rabu, 29 Februari 2012

Ibadah Haji, Bukan Sekedar Wisata Religi



Dalam hitungan beberapa hari ke depan, jutaan orang dari kaum Muslim akan berkumpul di Mekah untuk menunaikan ibadah haji. Merka datang dari berbagai belahan dunia, dengan beragam warna kulit, bahasa, suku bangsa, profesi, status sosial, dsb. Mereka semua berkumpul untuk memenuhi panggilan yang satu, yaitu dalam rangka menunaikan kewajiban ibadah haji yang telah diwajibkan oleh Allah sebagaimana terkandung dalam QS. Ali-Imran: 97. Mereka rela berkorban untuk menunaikannya dan bersemangat mengerjakan semua rangkaian ibadah semata ingin meraih apa yang disabdakan Rasulullah saw. :
“Barangsiapa mengerjakan ibadah haji karena Allah dan tidak melakukan perbuatan kotor dan fasik, niscaya ia akan kembali seperti pada saat dilahirkan oleh ibunya”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Ibadah haji dalam sejarah kehidupan umat Islam sarat dengan makna dan memiliki pengaruh yang besar dalam jalannya kehidupan umat dan perjuangan mereka. Pengaruh ibadah haji itu masih dapat dirasakan di negeri ini hingga pada masa penjajahan Belanda. Dengan ibadah haji, kaum Muslim dahulu mendapatkan pencerahan politik dan terbangkitkan spirit perjuangan mereka. Pengaruh ideologis dan politis inilah yang menyebabkan Belanda khawatir. Karena itu, tahun 1908 Belanda pernah menegaskan bahwa melarang umat Islam berhaji akan lebih baik daripada terpaksa harus menembak mati mereka. (H. Aqib Suminto, Politik Islam Hindia Belanda, hlm. 22)
Namun sayang, pada faktanya saat ini ibadah haji seolah kehilangan makna dan pengaruh politis dalam perjuangan Islam. Pelaksanaan ibadah haji kian hari kian menurun kualitasnya, yang menonjol darinya kini hanyalah ibadah ritual semata. Banyak jama’ah yang melaksanakan ibadah ini hanya sekadar menggugurkan kewajiban. Lebih parah lagi tak sedikit yang menjalankannya seolah wisata religi bahkan dihiasi wisata belanja, membeli oleh-oleh untuk sanak keluarga dan tetangga. Begitu pun ketika melihat artis-artis ibukota, hari ini berangkat haji besok-besok sudah bermaksiat kembali. Walau sudah bergelar haji, mereka tak malu untuk mengumbar aurat atau cipika-cipiki dengan lawan jenis yang notabene bukan mahramnya.
Betul ibadah haji memang merupakan ibadah mahdhoh. Dalam pelaksanaannya memang harus sangat kental dengan makna ruhiyah dan spiritual, tapi tentu saja tidak boleh menjadi sekadar ritual belaka. Meski merupakan ibadah mahdhoh, namun bukan berarti tidak boleh dihiasi dengan makna selain makna ruhiyah seperti makna politis, ideologis dan perjuangan. Sebab, Allah SWT. telah berfirman di dalam Al-Quran:
Dan serulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh, supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka”. (QS. Al-Hajj: 28)
Ibnu Abbas dan Mujahid berkata, “yaitu manfaat dunia dan akhirat”. (Ibnu Katsir, Tafsir Al-Quran Al-‘Azhim). Makna politis, ideologis, perjuangan dsb itu merupakan bagian dari apa yang disebut “hikmah haji”, yaitu manfaat-manfaat yang dapat dipersaksikan oleh jama’ah haji saat mereka menunaikan haji. Ayat ini menunjukkan bahwa dalam ibadah haji kaum Muslimin akan mendapatkan berbagai manfaat yang sangat strategis dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam aspek politik (Ali bin Nayif Asy-Syahud, Al-Khulashah fi Ahkam al-Hajj wa al-Umrah, hlm. 2 )
Ibadah haji mengajarkan untuk mengadopsi Islam secara kaffah. Ibadah haji mengajarkan bahwa Islam tidak memisahkan urusan ibadah, keluarga, moral, dengan masalah politik, pemerintahan, ekonomi, pidana, sosial dan semua aspek kehidupan. Hal itu tercermin dalam khutbah yang disampaikan Nabi saw. pada saat haji Wada’. Rasulullah saw. menyebutkan masalah aqidah; kewajiban shalat lima waktu, zakat, dan puasa Ramadhan. Beliau juga menyatakan hukum seputar suami istri; keharaman darah dan kehormatan kaum Muslim; kewajiban mentaati ulil amri; menyatakan masalah kepemilikan harta, dan kewajiban menghapus segala bentuk riba. Semua itu menunjukkan bahwa Islam dan syari’ahnya itu harus diambil dan diterapkan secara keseluruhan.
Ibadah haji mengajarkan bahwa umat Islam sesungguhnya adalah umat yang satu. Betapa tidak, jama’ah haji berkumpul dari seluruh dunia untuk melakukan ibadah yang sama, tanpa mempedulikan lagi batasan negara, bangsa, perbedaan suku, warna kulit, bahasa, dsb. Hanya satu yang mengikat dan mempersatukan mereka yaitu aqidah Islam. Fenomena ini sekaligus mengindikasikan bahwa umat Islam sesungguhnya bisa bersatu.
Ibadah haji mengajarkan makna ukhuwah yang sebenarnya, bahwa sesungguhnya umat Islam itu bersaudara atas dasar iman. Penghayatan atas persaudaraan ini mestinya melahirkan perhatian atas nasib seluruh kaum Muslim, keberpihakan dan pembelaan atas mereka. Berbekal kesadaran itu, tentu kaum Muslim terutama mereka yang telah berhaji tidak akan diam berpangku tangan saat darah kaum Muslim ditumpahkan begitu saja di negeri-negeri Islam  seperti Afganistan, Pakistan, Irak, Suria dan negeri lainnya.
Ibadah haji meningkatkan semangat pengorbanan. Sebab, mereka yang beribadah haji telah dilatih untuk melakukan berbagai pengorbanan demi ketaatan kepada Allah SWT. Hal itu sudah semestinya membangkitkan semangat pengorbanan yang tinggi dalam perjuangan Islam, termasuk dalam perjuangan mengembalikan Khilafah dan persatuan umat Islam.
Seiring dengan pelaksanaan ibadah haji saat ini, kaum Muslim tidak boleh melupakan pesan sangat penting dari Rasulullah saw. dalam khutbah saat haji Wada’, beliau berpesan:
Hai manusia, sungguh telah aku tinggalkan di tengah-tengah kalian sesuatu yang jika kalian berpegang teguh padanya niscaya kalian tidak akan sesat selama-lamanya, yaitu Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya”. (HR. Hakim dan Baihaqi)
Inilah makna sangat penting yang saat ini mendesak untuk kita wujudkan, yaitu kembali berpegang kepada syari’ah dalam segenap aspek kehidupan. Hal itu hanya bisa kita wujudkan dengan jalan menerapkan syari’ah Islam secara total dalam bingkai Khilafah Rasyidah ‘ala Minhaj an-Nubuwwah. Wallahu a’lam bi ash-shawaab.

By: Anita Qurrota a’yun al-Anbiyaa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar