"Jantan.. pejantan tangguh, itulah yang kuharap ada padamu." Petikan
kalimat mirip lirik lagunya sheila on 7 itu, sepertinya jadi sebuah
harapan. Harapan yang seharusnya tersemat pada seorang pejantan alias
lelaki. Bahasa kerennya ikhwan. Nah, maka dari itu bagi ikhwan sekalian
jadilah pejantan tangguh! Seperti apa sih ikhwan pejantan tangguh? Emang
ada ya, ikhwan pejantan gak tangguh? Tulisan ini mencoba untuk sedikit
memberi gambaran tentang itu.
Ada sebuah kisah. Mungkin ini menjadi sesuatu yang sudah lumrah yang kita temui di kehidupan nyata...
Ikhwan
ini pembawaannya kalem. Tutur katanya laki banget, ngebas dan
berwibawa. Masih muda, semester akhir sebuah perguruan tinggi negeri.
Ditambah dengan kemampuannya beretorika saat bicara, dan kadang terselip
dalil disela-sela pernyataannya, membuat orang kagum dan simpatik
terhadapnya...
Sampai suatu ketika, Allah menakdirkan ia
bertemu dengan seorang akhwat. Akhwat sholehah dan dewasa... Akhwat ini
selalu menjaga sikap dan pergaulannya setiap kali ia bertemu sang
ikhwan. Ia berharap tidak ada fitnah diantara mereka...
Sekali.
Dua kali. Tiga kali. Dan seterusnya pertemuan semakin intensif
dikarenakan mereka satu wilayah pekerjaan. Gerak-gerik kekakuan semakin
cair. Ikhwan berani menyapa dengan hangat dan melempar senyuman. Sang
akhwat masih berusaha jaga sikap dan selalu menghormati sang ikhwan.
Maklum, sang ikhwan adalah kakak senior di sebuah lembaga dakwah di
kampusnya.
Hari demi hari, perhatian itu sering
menghampiri sang akhwat. Motivasi melalui sms pun sering dikirim ikhwan
ketika akhwat menghadapi masalah.
Sampai suatu ketika
perasaan "aneh" dan berdebar-debar itu datang. "Astaghfirullah, apakah
aku telah jatuh cinta?" gumam sang akhwat. Ia mencoba menampik perasaan
itu. Namun usaha menolak rasa yang mendebarkan itu selalu luluh setiap
kali sang ikhwan memberikan perhatiannya.
Sang akhwat
gundah gulana. Ia dikungkung oleh berbagai perasaan... cinta... takut
dosa... dan malu... sampai akhwat pun berguman, "apakah ikhwan ini
mencintaiku? Apa yang harus aku lakukan? Aku takut dosa. Aku tidak bisa
menikmati perasaan cinta ilegal ini."
Sang ikhwan tetap tidak mengurangi intensitas perhatiannya... Seolah, ia tanpa beban dan resiko apapun saat melakukan hal itu.
Setelah
mantap shalat istikhoroh, sang akhwat kemudian memutuskan untuk
bertindak. Menurutnya, tidak ada kepastian kecuali dengan bertindak.
"Aku akan mencoba menjadi siti khodijah. Aku ingin menjaga kesucianku
dengan mengikuti pentunjuk-Mu ya Robbi. Jika ia jodoh, maka dekatkanlah.
Namun, jika bukan jodoh... jauhkanlah ia. Istajib du'a ana ya
Allah...", Doa sang ikhwat dengan khusu dan penuh harap.
Keesokan
harinya... "Akhi (kepada sang ikhwan), setelah sekian lama kita
berinteraksi dan tanpa sengaja aku merasa akan ada fitnah yang
menyelimuti kita. Perasaan suka dan cinta yang Allah tanamkan pada
manusia telah bersemi di tengah-tengah kita. Demi Allah yang telah
menciptakan rasa cinta, aku korbankan rasa malu demi cintaku pada-Nya
dan demi rasa syukurku terhadap-Nya yg telah menciptkan cinta diantara
manusia. Oleh karena itu, aku meminta engkau meminangku, menyelamatkanku
dari fitnah yang mengancam dan siap menjerumuskan kita pada api neraka.
Aku memintamu untuk melakukan perbuatan mulia dan beribadah kepada
Allah, bukan memintamu melakukan sesuatu yang dapat mendatangkan
keburukan bagimu. Namun, keputusan ada di tanganmu. Jika engkau
menolakku, aku minta tolong jaga sikapmu terhadapku... dan jangan engkau
beri harapan palsu hingga jiwaku yang rapuh dan ringkih ini terjerumus
dalam fitnah besar. Fitnah yang tidak mungkin aku sanggup menganggungnya
di akhirat kelak. Silahkan, aku tunggu jawabannya!" Sang akhwat dengan
tenang mengungkapkan isi hatinya.
mendengar ungkapan itu,
sang ikhwan memintanya untuk menunggu sejenak. Sambil serengehan dan
melemparkan senyum, ikhwan belum juga memberi kepastian.
Maghrib
pun tiba. Ikhwan shalat, terlihat khusu. Seusai shalat, entah apa yang
difikirkannya. Kaget, gak nyangka, atau mungkin kagum pada diri sendiri
karena ada akhwat yang "nembak". Setelah itu, sambil sesekali becanda
dan senyum-senyum barulah ia berikan jawaban..."saya belum bisa
menafkahi, saya lom siap. kalo akhwat sih, nikah kapan pun bisa aja.
saya masih jauh untuk nikah".
"Tapi akhi pengen nikah?" tanya akhwat.
"Pengen banget, tapi...." jawab ikhwan
Dengan
menghela nafas dalam-dalam, akhwat berusaha tegar dengan jawaban
ikhwan. "ini adalah jawaban dari doa-doa yang telah aku lontarkan
kepada-Mu ya Allah, Alhamdulillah...", bisik sang akhwat dalam hatinya.
Sang
akhwat hanya menyesalkan sikap sang ikhwan... suka tebar pesona dan
memberi perhatian, tanpa mau tanggung jawab atas segala konsekuensinya.
Jika ikhwan semuanya bersikap demikian, berapa hati akhwat yang telah
mereka patahkan.
Itulah dia ikhwan gak tangguh, tidak
tanggung jawab dan tidak dewasa. Tangguh itu berkaitan dengan tanggung
jawab...Tangguh itu bermental kuat...Tangguh itu gak main-main dan bisa
diandalkan... Mau berbuat, mau bertanggung jawab. Diajak pada kebaikan
koq malah takut...
Saat ini, seringkah anda melihat ikhwan
gak tangguh? Gemar tebar pesona, namun takut untuk berkomitmen. Mengapa
kita harus takut untuk menikah? Tidak yakinkah dengan pertolongan dan
rizki yang Allah berikan?
Padahal Rasulullah bersabda,
"Tiga golongan orang yang berhak ditolong oleh Allah: pejuang di jalan
Allah, budak yg membeli dirinya dari tuannya untuk memerdekakan diri dg
melunasi pembayarannya, dan orang yang menikah karena hendak menjauhkan
diri dari perkara harom." (HR. Tirmidzi).
========================================================================
Sekelumit kehidupan tentang pemilik blog yang diceritakan kembali dengan banyak perubahan oleh Ken Ahmad dalam Group Tabir Jodoh di Facebook [15 Juni 2010]
Semoga bermanfaat :)