📚 Judul Buku: Bukan Pasar Malam
✍️ Penulis: Pramoedya Ananta Toer (PAT)
🖨️ Penerbit : Lentera Dipantara
📆 Tahun Terbit: 2003
📖 Halaman: 112
🧕 Reviewer: Fionna Christabella
🌵🍁🍁🍁🍁🍁🌵
_"Perwakilan Rakyat? Perwakilan Rakyat hanya panggung sandiwara. Dan aku tidak suka menjadi badut - sekalipun badut besar"_ (h. 65)
.
Salah satu kutipan yg menjadi nafas utama di buku ini. Diceritakan, seorang ayah menderita penyakit TBC, sesaat setelah kemerdekaan RI dikumandangkan di seantero negeri. Seorang anak, yang juga gerilyawan, pejuang kemerdekaan dengan hati penuh rindu kembali ke tanah asal bersama perempuan yg baru dinikahinya. Kenangan akan tanah kelahiran, rumah dan keluarga serta ayah yg lama ditinggalkan lantaran harus berjuang di medan perang meninggalkan kesan melankoli di sepanjang alur cerita. Bbrp hari berdiam di rumah menimbulkan kegamangan akan rasa tanggung jawab kepada ayah yg sedang sakit dan pekerjaan di Jakarta yg ditinggalkan. Meski akhirnya ia tetap memilih mendampingi ayahnya sampai akhir perjuangan hidupnya. "Ayah Tuan gugur di lapangan politik," begitulah sebab yang dimaklumatkan seorang kawan ayahnya yg dtg ke rumah duka utk berkabung sehari setelah ayahnya dimakamkan. Almarhum tidaklah wafat krn peluru lawan tp karena kekecewaan pada kawan yg setelah negeri merdeka hanya berebut kursi dan gedung, menjadi badut parlemen. Ayah Tuan lebih memilih menjauh dan menjadi miskin dalam kehormatan.
.
Lalu apakah hubungannya dengan judul buku ini? PAT memilih metafor pasar malam bagi hidup manusia. Manusia bukan berduyun - duyun lahir dan berduyun - duyun pulang (seperti Pasar Malam) Seorang - seorang mereka datang (seorang diri). Seorang - seorang mereka pergi. Dan yang belum pergi dgn cemas menunggu saat nyawanya terbang entah kemana... (h. 103,104)
Review Buku Komunitas Carengru Batch 8
Tidak ada komentar:
Posting Komentar