Sabtu, 15 Maret 2014

Pengalaman Pertama Mengisi Permentoringan di Sekolah


Dua hari ini apa yg aa (gym) ucapkan pas pagi-pagi langsung kejadian -maksudnya langsung ada contoh kasusnya.

1. Hari pertama (kemarin Jumat saat mengisi permentoringan SMA).
Saya, PPL di sebuah sekolah dan ikut nimbrung di ekskul Mentoring (kalau di kampus UPI semacam tutorial untuk mahasiswa baru). ekskul ini khusus untuk kelas 10 (siswa-siswa baru sekolah ini). Diadakan setiap jumat ba’da jumatan.

Jumat kemarin, Alhamdulillah dapat amanah jadi pembicara yang mengisi permentoringan (alhamdulillaah atau astaghfirullah ya.. amanah kan akan selalu dimintai pertanggungjawaban). Alhamdulillaah permentoringan berjalan lancar dan anak-anak ga terlalu heboh celetak-celetuk asbun seperti biasanya (menurut saya) walau ada sedikit kendala teknis.

Permentoringan kemarin full multimedia, yaitu menampilkan 3 video tentang kematian dan saya hanya sedikit-sedikit memberi kesimpulan yg ada di video saja.

Karena semua peralatan: infokus, layar, milik ibu pembina saya ga ada persiapan untuk cek n ricek peralatan teknis. Saya akhirnya hanya fokus nyiapin laptop saya dan video. Ehh ternyata ketika akan tampil, layar desktop ga muncul-muncul di layar ternyata anak-anak panitia kelas 11 salah nyolokin kabel :D dan saya sama sekali ga inget ada satu alat yg kurang: SPEAKER.

Beres teknis terkait infokus dan layar saya langsung tampil di depan, cuap-cuap dikit terus nampilin video deh, ehh ga ada suara dan baru inget ga ada yg nyiapin speaker. Salah seorang kaka panitia pun berlari keluar masjid mau pinjam speaker ke bagian TU.

karena kalau menunggu bakal lama beud, ya sudahlah video tetap ditampilkan dan saya yang jadi pengisi suara. Cuma sudah tentu efek dramatis dari suara video nya ga dapet dooong, feel nya pasti kurang, tapi ya sudahlah. Anak-anak pun menyimak dengan baik. Beres video pertama lanjut ke video kedua dan ketiga. Dan sebagai penutup saya tampilkan juga video renungan berbentuk flash, isinya ada gambar, kata-kata dan lagu.

Padahal kan dari lagu itu kerasa bgt efek mencekamnya tapi pas ditayangin baru ngeuh, “kan dari tadi ga ada suaranya ya..”  #tepokjidat. Videonya tentang renungan ketika kita meninggal nanti sendirian di kuburan. Ya sudahlah daripada sepi bgt nonton videonya, lagi-lagi saya yg jadi pengisi suaranya. Suara agak saya haluskan (kalau dibilang lembut takut jadi fitnah, haha sama aja) supaya efek mencekamnya tetep dapet, ehh pas lagi ngomong malah saya sendiri yg jadi merasa bergetar. Mudah2an apa yg saya rasakan anak-anak pun rasakan.

Alhamdulillaah anak-anak tetap menyimak dgn baik (tidak seperti biasanya) walau teteeep aja ada yg celetuk2 satu orang mah “ahh bohong bohong..” hadeuuuuh nih anak, kalau udah gini cukup liatin anaknya dan kasih senyum pasti diem (habis akuuu ga bisa marah *nada aku ga punya pulsa). Kadang tuh ya pengeen bgt sekalinya bisa marah, ngamuk2 kek biar anak-anak tuh tau kalau saya galak juga kaya harimau tapi tiap-tiap mereka bikin keributan rasanya tuh ga punya energi untuk marah, kenapa ya? Mungkin karena saya terlalu penyayang :P

Ketika pulang, saat  berjalan kaki teringatlah saya dengan ucapan aa tadi pagi (apa tadi malamnya ya? Saat kajian ma’rifatullah. lupaaa..).  Aa bilang: “ga perlu lah saat moment muhasabah di akhir acara tuh pake lagu-lagu sedih segala (bahasa saya). Yang ada nanti orang yg mendengar atau jamaah yg ikut kajian sedihnya bukan karena muhasabahnya tapi lebih karena efek lagu atau instrument yg diputarkan. Jadi sedihnya itu cuma saat itu saja, selebihnya ga berefek.” #tepatsekali.

Waktu saya masih aktif di organisasi kampus, setiap moment muhasabah memang sering sambil diputar lagu atau instrumen yang mendukung, yang sedih-sedih n melow gitu lah (memang ga salah juga ko) cuma bener kata aa, sedihnya itu lebih pada saat itu saja, sedih mungkin dengar kata-kata perenungannya tapi yg lebih bikin sedih itu adalah efek soundnya. Setuju ga pemirsa? Saya sih merasanya begitu.

Terlebih sempat terbesit dalam benak saya, kenapa sih tiap acara tuh mesti pake lagu-lagu? Ada baiknya kan kita ga memutar atau menghindari lagu-lagu dan mungkin lebih memilih memutar lantunan ayat-ayat suci al-Quran. Lepas dari itu saya ga bilang ini salah dan itu benar.

Aa juga sering bilang, setiap kejadian tentu tidak lepas dari ketentuan Allah. Nah kalau saya coba mengkaitkan antara kejadian yang satu dengan kejadian yang lain, akhirnya saya bersyukur.. Alhamdulillaah saat tadi mengisi permentoringan ga ada suaranya, walau teman merasa kecewa juga “tadi udah bagus, cuma sayang ya ga ada suaranya...”.

Alhamdulillaah, berarti saat perenungan, perasaan sedih pendengarnya akan lebih murni, murni hasil merenung bukan sedih karena tambahan efek suara yang diperdengarkan. Mudah-mudahan hal yang demikian akan lebih membekas di hati anak-anak J karena anak-anak tidak fokus pada lagunya tapi fokus pada konten video nya. Wallahu a’lam bishshowab

bersambung...

*apabila ada kesalahan kata atau kata yg kurang nyaman dibaca, mohon koreksiannya, masih belajar menulis bebas :D?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar